Jumat, 01 Januari 2010

Zona Waktu

Kamis, 31 Desember 2009 | 03:11 WIB

Menyambut kedatangan Tahun Baru 2010 pada pukul 00.00 hari pertama sebenarnya penuh dengan permasalahan yang rumit.

Terlebih dahulu perlu diketahui di mana kita berada pada saat peralihan tahun yang lama ke yang baru sebab di bola dunia terdapat berbagai zona waktu. Bahkan, di Indonesia saja ada tiga zona yang saling berbeda waktu.

Maka, Tahun Baru tiba pada pukul 00.00 waktu Indonesia timur (WIT) lebih dahulu sejam ketimbang pukul 00.00 waktu Indonesia tengah (wita), dan dua jam mendahului 00.00-nya waktu Indonesia barat (WIB).

Apabila berada di Gilimanuk, Bali, kita bisa bersorak-sorai menyambut kedatangan Tahun Baru tepat pada pukul 00.00 wita, lalu langsung cepat-cepat menyeberang ke Banyuwangi, Jawa Timur, agar bisa kembali berhura-hura menyambut kedatangan Tahun Baru pada pukul 0.00 WIB!

Anehnya, mereka yang di Singapura, yang jelas-jelas secara geografis terletak di barat Banyuwangi, sudah merayakan ketibaan Tahun Baru pada pukul 00.00 waktu Singapura yang ternyata sama dengan wita, yang sejam lebih awal ketimbang WIB.

Permasalahan saat menyambut Tahun Baru makin rumit di Amerika Serikat yang berzona waktu lebih dari tiga, di mana nyaris semua perbatasan antarwaktu berada di daratan. Apabila berdiri di garis batas antara dua zona waktu, bisa saja kaki kanan kita sudah berada di tahun baru, tetapi kaki kiri masih tertinggal di tahun lama.

Itu pun baru masalah tahun baru berdasar kalender Masehi atau lebih tepatnya kalender Gregorianik yang berakar pada kebudayaan Nasrani. Yang jelas Tahun Baru 2010 memang beda dari tahun baru berdasar perhitungan kalender Islam, Hindu, Buddha, Konfusius, apalagi Maya atau Inka. Bahkan, kebudayaan Jawa juga memiliki kalender tersendiri dan mandiri.

Masyarakat China (juga Jepang, Korea, dan Vietnam) punya versi tahun baru sendiri yang disebut Imlek, yang berorientasi pada kalender lunar. Perayaan Depavali, yang merupakan perayaan tahun baru versi masyarakat India, beda dengan tahun baru versi kalender Gregorianik.

Keanekaragaman jadwal itu diterima masyarakat pluralis seperti di Indonesia dengan gembira sebab merupakan alasan hari libur pada Tahun Baru Nasrani, Imlek, Depavali, Waisak, dan Lebaran. Terutama di Singapura yang lalu ditiru Indonesia, para pengusaha pusat perbelanjaan memanfaatkan setiap jenis tahun baru sebagai kesempatan promosi penjualan melalui apa yang disebut sale, tanpa kaitan dengan pisang-sale. Bahkan, sistem perpajakan Amerika Serikat sengaja digarap demi merangsang konsumtivisme membabi buta di setiap akhir tahun.

Jangan gegabah merayakan tahun 2010 sebagai awal dekade kedua abad XXI seperti halnya dahulu tahun 2000 sempat keliru dirayakan masyarakat sebagai tahun pertama abad XXI. Yang benar, tahun 2010 adalah tahun terakhir dasawarsa pertama abad XXI seperti halnya tahun 2000 merupakan tahun terakhir abad XX.

Sebaiknya, kita bersabar menanti 1 Januari 2011 untuk merayakan tibanya dasawarsa kedua abad XXI, sejajar dengan 1 Januari 2001 merupakan awal tahun pertama abad XXI. Sebab, tahun pertama versi kalender apa pun bukan tahun nol, tetapi tahun satu!

JAYA SUPRANA Budayawan

(sumber dari koran kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar