Minggu, 05 Juni 2011

Tumpul


Samuel Mulia

Belakangan ini saya terima dua komentar yang mengatakan tulisan saya setiap minggu sudah mulai tak setajam dulu, tak mengigit lagi, bahkan ada yang mengatakan sudah tidak ada manfaatnya. Kemudian saya mengevaluas apakah benar demikian? Kalau orang mengevaluasi dirinya sendiri, umumnya cacatnya nyaris tidaka ada. Melihat ke dalam diri sendiri, buat saya, akan jauh lebih susah karena mudah memaafkan, mudah memaklumi kesalahan, ketimbang melihat sesuatu yang di luar diri sendiri.

Pensil & pisau

Sejujurnya tak susah, hanya saja membutuhkan kejujuran, yang kadang menakutkan karena hasilnya kadang membelalakkan mata dan menyengat pikiran. Sama seperti beberapa hari yang lalu saya menghabiskan akhir pekan di luar kota dan bertemu dengan rekan bisnis sekaligus teman dekat juga.

Selain jalan-jalan dan makan enak, pembicaraan serius, dan beberapa kali tanpa sengaja ada momen evaluasi oleh teman saya. Dan saat evaluasi itu, saya jadi defensif, yang saya tunjukkan lewat suara yang meninggi dan kekeuh mempertahankan pendapat.

Di lapangan terbang saat menanti pesawat yang membawa kembali ke Jakarta, saya membuka notebook untuk memulai membuat tulisan untuk kolom mingguan ini karena tenggat tinggal sekian jam saja. Seperti biasa, inspirasi itu datang di ujung tanduk, apalagi kalau sedang liburan, saya suka lupa kalau di dunia ini ada istilah batas waktu.

Maka saya berpikir ini ide yang menarik untuk saya tulis. Tentu menarik buat saya dan belum tentu menarik buat Anda sekalian sehingga da saja yang memberi komentar seperti kalimat pembuka tulisan ini. Mengapa saya defensif? Sambil menunggu waktu boarding, nurani saya bicara. Defensif itu muncul karena kepekaan yang menjadi tumpul. Seperti pensil yang awalnya tajam karena kelamaan dipakai lama-lama menjadi tumpul dan perlu ditajamkan lagi.

Sama seperti pisau kalau sudah tumpul tak ada gunanya dan memerlukan tindakan pengasahaan ulang supaya pisau dan pensil berguna kembali. Supaya keduanya memiliki arti. Maka hidup Anda dan saya itu kalau bisa diusahakan terus diasah supaya bermakna.

Masukan dari luar berupa komentar atau penilaian adalah alat pengasah pisau dan pensil. Maka perilaku yang mudah tersinggung saat diberi masukan atau penilaian, suara yang meninggi dan perilaku mengecam karena evaluasinya ternyata membuka borok, akan membuat ketumpulan orang makin menjadi-jadi.

Bermain layangan

Tentu sangat tidak enak dan sangat tidak nyaman ketika evaluasi itu dilakukan. Seperti halilintar yang menyambar dan seperti tersetrum listrik. Apalagi yang memberi komen atau yang mengevaluasi menggunakan kalimat dan suara yang tajamnya seperti pisau yang baru saja seesai diasah. Rasanya bukan cuma kesetrum, tetapi lumpuh. Sejujurnya saya tersakiti dan tersetrum, dan nyaris lumpuh.

Kalau seandainya saya jadi pensil atau pisau. Sudah bisa dipastikan kegiatan penajaman akan membuat saya berdarah-darah. Kata teman saya, evaluasi itu seperti mengasah berlian yang masih kasar menjadi berlian yang kinclong. Supaya makin kinclong, maka mengasahnya semakin yahud. Jadi berdarah diperlukan supaya sebagai individu saya bisa punya nilai yang berarti.

Tersakiti yang parah itu bukan karena yang memberi evaluasi itu jahat, tetapi karena kondisi tumpul saya sudah seperti gangrene di kaki penderita penyakit gula. Sudah terlalu parah sehingga harus diamputasi.

Setelah liburan, setelah memikirkan evaluasi dari teman saya itu, dan selama proses kesembuhan yang sedang berjalan, dan masih terasa cenat-cenutnya, saya seperti tengah melihat perbedaan tangan yang baru selesai di-manicure dan melihat tangan yang baru mau di-manicure. Yang satu begitu bersih dan rapi, yang satu belum bersih dan belum rapi.

Tajam itu penting, karena dengan tajam, saya bisa tahu bahwa berselingkuh itu bukan hebatnya saya menggoda, tetapi betapa tumpulnya saya sampai tidak tahu bahwa saya sedang menjadi pencuri.

Tajam itu penting, supaya saya itu tidak gampang mengatakan saya lupa ini dan itu karena tidak berani menghadapi kenyataan kalau saya memang keliru. Tajam itu member kepekaan kapan waktunya saya berhenti erbicara, kapan waktunya saya berteriak. Dan juga memberi tahu saya, cara berbicara, menggunakan suara saat memberi masukan, agar orang yang saya beri masukan tidak terkena serangan jantung dan cenat-cenut.

Tajam itu digunakan untuk bermain layangan kehidupan. Tahu kapan waktu yang tepat untuk menarik dan tahu kapan waktu yang tepat untuk mengulur.

Sumber : Kompas Cetak, Minggu 5 Juni 2011  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar